SILATURRAHIM SUNNAH YANG TAK DIMINATI


SILATURRAHIM SUNNAH YANG TAK DIMINATI


“Nantang ya!!” Gedebug! Terdengar benda terbanting keras diiringi teriakan gaduh dan panik. Erangan sakit dan minta tolong mewarnai. Oh, ternyata Fulan A sama Fulan B lagi adu jotos, soal bola, padahal mereka kakak adik. Sekilas terdengar makian dan sumpah serapah dari dua mulut yang masih sedarah, diiringi saling mengancam. “Ngga punya adik kaya kamu juga nggak papa! Bla…Bla…”

Sejak itu hubungan mereka putus total. Jangankan menyapa, bertemu pun saling melengos, padahal mereka tinggal bersebelahan. Jauhnya jarak hati mereka, melebihi jarak Jakarta-Surabaya. Hubungan darah tak lagi bermakna apa- apa.

Sesama saudara bertengkar soal warisan dan yang lain karena susunan caleg, bentrok antar paman dan keponakan gara- gara pilihan kepala desa, dua individu yang saling bermasalah dari soal salah omongan, soal finansial, hutang piutang, sampai soal iri hati, sentimen pribadi dan masalah sepele lainnya bisa memicu putusnya silaturrahim.

Kenapa Terjadi?

Jauhnya kita dari agama, dangkalnya kita akan pengetahuan tentangnya adalah salah satu faktor pemicu putusnya silaturrahim.

Mungkin banyak dari kita menganggap remeh silaturrahim. Padahal dalam silaturrahim terkandung makna yang besar dan mendalam, bahkan silaturrahim adalah salah satu akhlak islami yang dicontohkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Betul, menjaga hubungan tidak hanya ditujukan bagi saudara sedarah (senasab) tapi juga saudara seiman. Allahl memerintahkan agar kita menyambung hubungan baik dengan orang tua, saudara, kaum kerabat, dan orang-orang mu‘min yang lain. Namun dalam hubungan silaturrahim yang dituju adalah sanak famili yang masih ada hubungan darah (senasab). Karena merekalah yang hakikatnya lebih dekat hubungannya dengan kita.

Begitu juga apabila kita meminta bantuan maka yang lebih layak kita minta adalah sanak famili kita, baru kemudian orang lain. Karena mereka dan kita sama-sama punya hak dan kewajiban untuk saling tolong.

Peliharalah tali silaturrahim, maksudnya peliharalah hubungan kekeluargaan kamu. Jangan sampai kita lupa dengan nasab kita, orang tua kita, saudara-saudara kita dan kerabat-kerabat kita. Setelah itu peliharalah hubungan kasih sayang dengan orang-orang mukmin sebagaimana dengan saudara sendiri.

Anjuran menjalin Silaturrahim adalah anjuran untuk tidak melupakan nasab dan hubungan kekerabatan. Satu-satunya bangsa yang paling hebat dalam menjalankan silaturrahim adalah bangsa Arab. Mengapa? Karena mereka tidak lupa nenek moyang mereka. Makanya mereka selalu mengaitkan nama mereka dengan bapak, dan kakek-kakek mereka ke atas. Oleh karena itu dalam nama mereka pasti ada istilah bin atau ibnu yang artinya anak.

Lalu bagaimana dengan bangsa-bangsa lain dan bangsa kita yang kebanyakan mengetahui hanya sampai kakek dan buyut (bahkan tidak sampai). Akibat pengetahuan nasab yang terbatas ini maka efeknya sangat memprihatinkan. Diantaranya tidak mengetahui saudaranya yang jauh, menganggap bahwa dirinya tidak punya saudara, tidak mendapat bantuan dan pertolongan bila dirinya mengalami kesengsaraan, tidak punya tempat untuk mengadu dan meminta pertolongan kecuali orang lain. Ujung-ujungnya timbullah kemiskinan, anak gelandangan, dan lain sebagainya. Padahal seandainya mereka mengetahui nasab mereka siapa tahu bahwa direktur perusahaan disamping gubuknya adalah saudaranya dari buyut kakeknya.

Inilah salah satu hikmah perintah bersilaturrahim. Bersilaturrahim atau menjalin hubungan kasih sayang yang kuat diantara saudara dan keluarga pihak kakek dan nenek ke atas. Kalau bisa kita menghafalnya sebagaimana bangsa Arab menghafal nasab-nasab mereka baik dari pihak bapak maupun dari pihak ibu.

Allah dalam al-Qur‘an secara spesifik memerintahkan umat Islam untuk menjalin silaturrahim,

Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan isterinya; dan daripada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu (an-Nisa‘:1)

Individualisme dan Gaya Hidup

Sikap individualisme yang tinggi, perlahan namun pasti telah membunuh benih silaturrahim. Ego yang tinggi, rasa tak butuh dengan orang lain, merasa telah mampu mencukupi kebutuhan diri, dan merebaknya gaya hidup metropolis, menjadi formula yang manjur bagi lunturnya silaturrahim.

Lihatlah kehidupan di kota-kota besar, keluarga banyak yang kehilangan ruh silaturrahim meski tinggal seatap. Bagaimana tidak? Gaya hidup metropolis telah mengubah mereka menjadi robot- robot bernyawa. Waktu tersita di luar rumah dan di tempat kerja. Orang tua tak lagi punya waktu memberi perhatian dan kasih sayang pada buah hati. Untuk sekedar mengucapkan selamat tidur atau bersama sarapan pagi adalah moment yang telah sulit dijumpai. Senyum pun sekedar basa basi.

Ya, kesibukan telah menyita waktu. Untuk sekadar berkomunikasi dengan anggota keluarga saja sulit, apalagi dengan orang di lingkungan sekitar rumah atau tetangga. Bagaimana dengan Anda?

Jangan Putuskan Silaturrahim

Memutuskan silaturrahim antar sesama keluarga adalah salah satu langkah setan. Apalagi memutus hubungan tanpa ada sebab syar’i, misalnya karena perselisihan finansial atau sebab lemah lainnya. Apabila bersua, ia berpaling, tersenyumpun ogah. Inilah salah satu di antara yang menyebabkan masyarakat Islam melemah.

Menyambung hubungan kekerabatan adalah wajib sedangkan memutuskannya merupakan dosa besar. Dari Jubair bin Muth’im bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

Tidak akan masuk surga orang yang memutuskan hubungan persaudaraan (Muttafaq ‘Alaih)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu “ Tidak boleh orang Islam memutuskan hubungan dengan saudaranya lebih dari tiga hari…” ( Riwayat Abu Dawud)

Jalin Silaturrahim dengan Sehat

Yang dimaksud silaturrahim sehat adalah dalam silaturrahim tersebut terpenuhi syarat-syarat syar’i. Kita tidak (silaturrahim asal-asalan) kalau hanya untuk tujuan yang membawa mudharat. Misalnya hanya untuk menggunjing keburukan orang lain, serta tujuan tak jelas lainnya.

“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa, dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain, dan janganlah sebahagian kamu menggunjing sebahagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.” (Al-Hujurat: 12)

Silaturrahim akan melemahkan perasaan marah, membunuh rasa benci, permusuhan dan sifat-sifat dzalim. Hingga akhirnya akan menumbuhkan rasa kasih sayang dan kepedulian pada sesama keluarga dalam kebaikan. Subhanallah.

Banyak Nilai Indah dalam Silaturrahim

Jika silaturrahim adalah pohon, maka ia adalah pohon yang banyak buahnya. Dari silaturrahim ada banyak buah atau nilai indah yang bisa kita petik.

Selain sebagai sarana interaksi sosial, silaturrahim juga ‘membuka’ jalan dakwah dalam amar ma’ruf nahi munkar, dan wujud keluwesan pribadi dalam bergaul dengan keluarga.

Raihlah pahala dan ridha Allah ta’ala lewat silaturrahim.

Jadi tunggu apalagi? Jangan membuat diri Anda rugi karena memutus silaturrahim.


Majalah Nikah/Sakinah - Vol. 5, No. 7-8
These icons link to social bookmarking sites where readers can share and discover new web pages.
  • Digg
  • Sphinn
  • del.icio.us
  • Facebook
  • Mixx
  • Google
  • Furl
  • Reddit
  • Spurl
  • StumbleUpon
  • Technorati

Leave a comment