Qurban adalah ibadah yang semua muslimin tahu. Ia adalah perwujudan ibadah dan persembahan hanya kepada Allah semata. Ini pun merupakan implementasi ikrar “inna shalati wa nusuki wa mahyaya wa mamati liLlahi Rabbil ‘alamiin” (Sesungguhnya shalatku, sesembelihanku, hidupku, dan matiku kupersembahkan hanya kepada Allah Penguasa Alam Semesta).
Seyogyanya, qurban semestinya dilakukan sendiri-sendiri. Siapa yang akan berqurban, maka ia menyembelih sendiri hewan qurban tersebut. Contohlah Nabiyullah Ibrahim alaihis salam, beliau menyembelih sendiri kibas qurbannya. Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam pun menyembelih sendiri hewan qurban beliau. Demikian juga para sahabat Nabi, mereka menyembelih sendiri hewan qurban-hewan qurban mereka. Tidak ada riwayat hadits tentang Nabi dan para sahabat (laki-laki) mereka disembelihkan hewan qurbannya oleh orang lain.
Disembelihkan
Walaupun berqurban itu seyogyanya, seseorang menyembelih sendiri. Namun diperbolehkan seseorang menitipkan kepada orang lain untuk menyembelihkan qurban mereka. Hal ini berdasarkan perilaku Rasulullah yang menyembelih seekor kambing dan menyebutkan bahwa qurban tersebut adalah dari beliau, keluarga beliau, dan dari muslimin yang tidak mampu berqurban. Artinya apa? Artinya, qurban seekor kambing mencukupi untuk seorang Ayah beserta istri dan anak-anaknya; juga sah seorang istri dan anak-anaknya dihukumi telah ber-qurban walaupun hanya “nebeng/ikut” dalam perqurbanan satu kambing bersama suami.
Sah dan Tidak
Satu kambing hanya sah untuk qurban satu orang beserta keluarganya, dan satu ekor sapi untuk tujuh orang beserta keluarga mereka. Hal ini berdasarkan hadits Jabir. Ia mengatakan: “Kami berqurban bersama Nabi SAW di Hudaibiyah, satu unta untuk tujuh orang, satu sapi untuk tujuh orang. “ HR. Muslim, Abu Daud, Tirmidzi.
Adapun satu ekor kambing, maka hanya sah untuk satu orang beserta keluarganya (anak dan istrinya).
Dalam era kekinian, maraknya lembaga-lembaga zakat dan masjid-masjid membantu para pequrban dalam melaksanakan qurban mereka adalah sesuatu yang patut disyukuri. Mereka telah memberikan jasa besar dalam tersebarnya ibadah qurban mereka plus syiar Islam.
Namun, pun kita mesti waspada dan hati-hati. Waspada bagi para pequrban dan hati-hati bagi para pengelola lembaga zakat dan pengurus masjid yang menerima amanah titipan dana qurban muslimin. Pequrban mesti waspada dalam menitipkan dana qurban mereka, jangan sampai disembelih oleh orang yang tidak shalat, ahli maksiat, dan lain-lain. Lembaga zakat dan pengurus masjid yang menerima dana qurban muslimin, harus memastikan jangan sampai ada satu rupiah pun dana seorang pequrban masuk dalam seekor kambing pequrban lainnya. Sebab, jika ini terjadi maka satu ekor kambing tersebut bukan milik satu orang pequrban, sebab ada dana lain dari orang lain. Konsekuensinya qurban itu tidak sah. Dan jika ini terjadi, maka keamanahan lembaga penerima dana qurban, baik lembaga zakat maupun pengurus masjid, sangat patut dipertanyakan.
Khatimah
Mengelola amal ibadah yang sifatnya ijtimaiyah, semisal zakat dan qurban, tidak sama seperti mengelola dana retribusi parkir. Ia pada substansinya adalah ibadah murni, bahkan perwujudan tauhid yang murni dan pengingkaran dari persembahan kepada berhala-berhala dunia. Maka, pelaksanaannya harus selalu mengedepankan taqwa kepada Allah, ilmu yang benar tentang kaifiyat qurban beserta pernik-perniknya, dan amanah; jangan sampai ada satu-dua rupiah uang orang lain masuk dalam seekor kambing qurban kita. Wallahu a’lam***.
Tags:
Kajian Islam
Leave a comment